“Produk ini bagus, tapi kok tidak jalan?”
“Petani tidak percaya tanpa bukti.”
“Distributor tidak mau stock sebelum ada demand.”
Pernahkah Anda mendengar keluhan-keluhan di atas dalam rapat evaluasi bulanan? Atau mungkin, Anda sedang mengalaminya sekarang?
Banyak perusahaan agrochemical terjebak dalam satu ilusi besar: Terlalu percaya diri pada formulasi dan datasheet laboratorium. Mereka berpikir, “Kalau barangnya bagus, pasti laku.”
Kenyataannya? Di lapangan, yang menentukan kemenangan bukan hanya seberapa canggih molekul kimia di dalam botol, melainkan eksekusi Go-to-Market (GTM). Produk gagal bukan karena jelek, tapi karena cara masuk pasarnya yang salah.
Key Takeaways
- Formulasi hanyalah tiket masuk, bukan jaminan kemenangan di pasar agrochemical.
- Kesalahan GTM terbesar meliputi strategi berbasis teori (bukan lapangan), launching tanpa demand generation, dan manajemen distributor yang pasif.
- Petani butuh bukti visual, bukan brosur teknis yang rumit.
- Distributor bukanlah tim sales; mereka butuh panduan, kontrol, dan demand yang sudah terbentuk.
- Solusi utamanya adalah validasi product-market fit, membangun “demand engine”, dan eksekusi framework 90 hari.
Realita Pahit: Formulasi Bagus Tidak Menjamin Produk Laku
Bayangkan skenario ini: Tim R&D menghabiskan 2 tahun mengembangkan fungisida baru. Uji lab menunjukkan efikasi 99%. Tim marketing membuat kemasan yang cantik. Launching dilakukan di hotel berbintang.
Tiga bulan kemudian? Gudang penuh. Retur barang menumpuk. Sales team saling menyalahkan.
Kenapa? Karena industri agro tidak membeli “formulasi”. Petani membeli kepercayaan. Kios membeli perputaran uang (turnover). Jika GTM Anda tidak menjawab kebutuhan psikologis ini, produk sebagus apa pun akan mati.
3 Kesalahan GTM Terbesar di Industri Agro
Berdasarkan pengamatan mendalam di lapangan, ada tiga lubang besar yang sering membuat produk agrochemical terperosok.
1. GTM Berbasis PowerPoint, Bukan Lapangan
Banyak strategi dilahirkan di ruang rapat ber-AC, bukan di pematang sawah yang panas. Ini adalah resep bencana.
- Kesalahan: Produk dibuat berdasarkan riset internal atau tren global, bukan data masalah spesifik petani lokal. Tidak ada early testing di lahan nyata sebelum produksi massal.
- Dampak: Brand hanya bicara soal “fitur” (misal: bahan aktif ganda), bukan “solusi masalah” (misal: padi bebas jamur, panen aman). Akibatnya, produk tidak relevan dan petani tidak merasakan urgensi untuk beralih dari produk lama mereka.
2. Launching Tanpa Demand Generation
Seringkali perusahaan melakukan push selling ke distributor tanpa membangun tarikan (pull) dari petani.
- Kesalahan Umum:
- Demo plot (Demplot) terlalu sedikit atau asal-asalan.
- Tidak ada Field Day yang dirancang untuk closing (hanya seremonial).
- FA (Field Assistant) tidak dibekali kisah sukses petani lain.
- Materi edukasi terlalu teknis, membuat FA dan pemilik kios bingung menjelaskannya.
- Dampak Fatal: Distributor takut ambil stok karena tidak ada yang cari. Kios menolak barang baru. FA bingung jualan karena modalnya hanya “katanya bagus”, bukan “lihat sendiri buktinya”.
3. Ketergantungan pada Distributor Tanpa Kontrol
Ini adalah dosa klasik: Menyerahkan nasib produk sepenuhnya ke tangan distributor.
- Kesalahan: Berharap distributor yang akan aktif mengenalkan produk ke kios dan petani. Tidak ada coaching, tidak ada monitoring aktivasi, dan tidak ada review mingguan.
- Dampak: Distributor itu pasif. Mereka pedagang, bukan brand builder. Jika produk Anda tidak bergerak sendiri, mereka akan kembali fokus menjual produk kompetitor yang lebih laku (fast moving).
Studi Kasus Nyata
Mari kita lihat contoh nyata (tanpa menyebut merek) agar Anda bisa menghindari lubang yang sama.
Kasus 1: Insektisida Ampuh yang “Bisu”
Sebuah produk insektisida memiliki formulasi sangat efektif membasmi ulat. Namun, tim marketing tidak mewajibkan pembuatan Demplot di setiap wilayah sales.
Hasilnya: Petani tidak melihat bukti ulat mati di lahan tetangga. Mereka tidak percaya. Distributor menolak restock. Pelajaran: Tanpa visual proof, produk Anda dianggap tidak ada.
Kasus 2: Fungisida Bagus, Narasi Membingungkan
Fungisida baru diluncurkan. FA hanya diberi brosur teknis penuh istilah kimia. Saat turun ke lapangan, FA gagal melakukan teknik SPIN (Situation, Problem, Implication, Need-payoff).
Hasilnya: Petani bingung, “Apa bedanya ini sama merek X yang sudah saya pakai 10 tahun?”. Pelajaran: Tanpa messaging yang jelas, value proposition menjadi kabur.
Kasus 3: Produk Premium Mati di Gudang Distributor
Perusahaan memberikan diskon besar agar distributor ambil stok awal (pipeline filling). Setelah barang masuk, perusahaan diam. Tidak ada coaching tim sales distributor.
Hasilnya: Barang menumpuk 6 bulan. Distributor marah dan minta retur. Pelajaran: Distributor harus dipandu dan dikontrol, bukan cuma dikirimi barang.
Solusi Business Development: Cara Menang di Pasar
Lantas, bagaimana cara memutarbalikkan keadaan? Berikut adalah strategi Business Development (BD) untuk memastikan produk Anda tidak hanya bagus di lab, tapi juga juara di pasar.
1. Product–Market Fit Validation
Jangan langsung produksi massal. Lakukan micro-testing. Minta feedback jujur dari FA dan petani kunci. Apakah produk ini benar-benar menyelesaikan masalah mendesak? Pastikan produk Anda menjadi solusi untuk satu masalah spesifik yang paling menyakitkan bagi petani, bukan obat dewa yang menyembuhkan segalanya.
2. Bangun “Demand Engine” Sebelum Push ke Distributor
Jangan paksa barang masuk (Push) jika pasar belum menariknya (Pull). BD harus menyiapkan:
- Demo plot standar yang seragam di semua wilayah.
- Field day yang terstruktur dengan target closing di tempat.
- Narasi value yang sederhana dan mudah dihafal FA.
- Kumpulan testimoni petani awal (social proof).
3. Rancang GTM Framework 90 Hari
Fokuslah pada 90 hari pertama peluncuran dengan disiplin militer:
- Bulan 1: Aktivasi 5–10 demo plot per wilayah & Training SPIN untuk FA.
- Bulan 2: Field day masif & Monitoring leads petani (follow-up 48 jam).
- Bulan 3: Evaluasi repeat order distributor & Sales script adjustment.
Baca Juga Strategi Lapangan Lainnya: Penyesuaian Sistem Sesuai Musim: Strategi Produktivitas FA Agro-Input
4. Distributor Management yang Proaktif
Ubah mindset dari “jualan ke distributor” menjadi “membantu distributor jualan”. Lakukan coaching rutin. Tetapkan target repeat order, bukan hanya target omzet. Monitor coverage FA distributor dan berikan program quick-win yang bisa langsung mereka eksekusi.
Tabel Perbandingan: GTM Lama vs GTM Modern
| Aspek | GTM Tradisional (Sering Gagal) | GTM Modern (High Success Rate) |
|---|---|---|
| Fokus Utama | Fitur Produk & Bahan Aktif | Solusi Masalah Petani & Bukti Visual |
| Strategi Launching | Push Stock ke Distributor | Create Demand (Pull) dari Petani |
| Peran FA | Menjelaskan Brosur | Konsultan Masalah & Closing di Lahan |
| Demo Plot | Hanya sebagai syarat/pajangan | Alat utama untuk Closing Penjualan |
Baca Juga Strategi Lapangan Lainnya: Field Day: Strategi Mengubah Demo Plot Menjadi Mesin Closing Penjualan
Kesimpulan: Eksekusi Adalah Kunci
Industri agrochemical adalah industri yang unik. Di sini, kepercayaan lebih mahal daripada harga. Produk bagus tidak akan menang tanpa eksekusi GTM yang disiplin.
Perusahaan yang akan memenangkan pasar di masa depan adalah mereka yang:
- Benar-benar memahami rasa sakit petani.
- Membangun demand sebelum memaksa distribusi.
- Melatih FA dan distributor layaknya pasukan khusus.
- Melakukan iterasi cepat berdasarkan feedback lapangan.
Bisnis Development yang kuat akan membuat produk “hidup” di pasar. Jangan biarkan formulasi hebat Anda mati sia-sia di gudang hanya karena strategi GTM yang lemah.
Ingin diskusi lebih dalam tentang strategi GTM Agrochemical?





